Embrio Penyadaran Melaui Kesenian

Posted on Posted in Journal, News
Spread the love

Anang Novianto adalah seniman yang berdomisili di Nongkojajar-Pauruan, daerah tempat tingalnya berada di kaki Gunung Bromo. Dalam melakukan praktek seni rupa Anang selalu membuat persingungan antara karyanya dan masyarakat melalui bentuk-bentuk edukasi. Tema besar dalam pergerakan dan karya yang dibuat oleh Anang adalah mengenai konservasi hutan, karena ia hidup berbatas langsung dengan hutan maka masalah mengenai bagaiamana pergeseran masyarakat memaknai hutan terjadi, dalam karyanya Anang selalu mencoba untuk memunculkan masalah hutan dan melakukan kerja dengan masyarakat agar masyarakat lebih memperhatikan hutan nya.

Kita akan coba memahami lebih jauh lagi praktek kerya yang dilakukan oleh seniman,

Sebagai seorang perupa, praktek kesenian seperti apa yang anda lakukan di daerah Nongkojajar-Pasuruan ?

Setelah melalui proses-proses yang sangat panjang, kecintaan terhadap dunia seni rupa. Praktek kerja yang kemudian saya lakukan adalah jauh dari seni rupa itu sendiri, jadi saya memaknai seni rupa dengan…. mungkin ini sangat klise untuk diungkapkan, namun ini sebuah realitas yang harus saya ungkapkan bahwa seni rupa adalah sebuah media perenungan, kemudian sebagai media perenungan untuk saya melakukan tindakan terhadap masyarakat. Bukan saya terlalu mengurui, tidak,  saya mencoba menanamkan pada pola pikir dan hati saya bahwa tidak ada guru dan tidak ada murid. Tapi kemudian saya bekerja bersama masyarakat karena saya memeiliki keyakinan bahwa dengan berkesenian terutama seni rupa akan membawa dampak yang positif pada keberlangsungan keharmonisan pada kehidupan. Ini agak melambung tapi ini sebuah keyakinnan. Kenapa tidak, saat politik, agama, saat banyak hal yang diharapkan oleh masyarakat tidak dapat menjawab pertanyaan yang sangat esensial dari kehidupan dan permasalahannya, kemudian benteng terakhir adalah kebudayaan dan kesenian, ini adalah landasan dari sebuah gerakan, sebuah panggilan yang kemudian diwujudkan bersama dengan berkerja, bekarya bersama masyarakat. Untuk menuju sesuatu yang harmonis, dan didalam perjalan itu kemudian saya mendapatkan perenunagan bahwa, pendidikan adalah sesuatu yang merupakan akar daripada permasalahan yang dihadapi masyarakat. Kadang saya berfikir bahwa pendidikan yang kemungkinan dapat menjadi jawaban atas permasalahan yang terjadi di hari ini.

Beralih ke karya, bentuk karya yang anda hasilkan seperti apa ? karya lukis, kegiatan, atau gerakan?

Kalau lukisan adalah berupa perenungan tapi, tapi kalo kegaitan berupa gerakan, jadi karya ini saya jadikan media untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat. Contohnya saya membuah sebuah alat eksperimental dari bambu yang dekat sekali dengan masyarakat indonesia dan masyrakat jawa pada umumnya, dan alat musik gamelan itu sebuah media pendekatan pada masyarakat. Harapnaya adalah terjadi sebuah ruang dialog untuk mencapai kesepakatan bersama menuju titik keharmonisan .

Proyek karya yang paling berkesan, dan proyek apa yang sedang anda kerjakan sekarang ?

Proyek yang paling berkesan adalah sebuah mimpi yang sudah saya kerjakan, yaitu komunitas merdeka. Kelompok tersebut dalam perjalannanya menjadi sebuah wadah untuk anak anak, kemudian membuat ruang pendidikan, membuat metode pendidikan dengan metode pembebasan. Intinya fokus terhadap pendidikan informal, karena saya berfikir dengan teman-teman bahwa pendidikan formal memiliki banyak keterbatasan, bukan berkonotasi negatif tapi memiliki banyak keterbatasan. Dalam banyak sejarah juga dikatakan bahwa pendidkan hanya dilangsungkan untuk memenuhi kebutuhan industri. Maka dari itu kami berusaha menjawab kebutuhan kemanusiaan, bahwa pendidikan informal seperti tempat bermain, space-space itu harus ada, dan itu kami berusaha wujudkan. Dan itu sudah kami lakukan, dan kegiatan-kegiatan yang membicarakan ruh mengenai pendidikan kultural yang berdampak positif bagi masyarakat.

Apa nama sangar yang anda buat, dan kegiatan apa saya yang dilakukan dalam sangar tersebut ?

Sekitar 2 tahun lalu saya membuat sangar dengan teman-teman, embrionya dari komunitas merdeka. Kemudian dari kelompok ini kami membuat sangar merdeka, saat membuat sangar merdeka kami memiliki beberapa fokus tujuan pada kesenian, kebudayaan, konservasi, dan literasi, melalui gerakan kesenian. Bentuknya kita menekankan ruang diskusi, jadi kita tidak mengajari anak karena pada dasarnya mereka sudah tau. Contoh kecilnya anak-anak ini sudah tahu jenis jenis tanaman, tapi yang lain tidak tahu, jadi dia bisa bertukar fikiran bahwa tanaman ini saya sudah tahu dan namanya apa, sehingga teman yang lain juga dapat tahu. Tapi kami memikatnya tetap dengan jalan kesenian agar anak-anak mau bergabung dengan sanggar merdeka..

Jadi pendekatan konservasi hutan, pendekatan tentang ekologi itu kami lakukan dengan media seni, mungkin agak jarang dilakukan. Beberapa waktu lalu itu kita lakukan dengan menyayikan lagu dengan gamelan, lagu lancaran penghijauan, dan kemudian kami jelaskan makanya. Kalau di area kontemporer kita mengaplikasikan environmental art, itu kita merespon benda yang ada disekitar hutan, untuk kemudian di tata untuk menjadi bentuk indah. Nah, dari situ kemudian ada proses dari anak-anak bahwasanya kepekaan kemudian terlatih untuk dapat mencintai lingkungan. Karena dengan kegiatan environmental art, untuk menata daun yang jatuh dari pohon itu menartik sekali buat anak anak. Mungkin awalnya anak-anak hanya menata, tapi dengan proses yang continue anak-anak dapat ditanampak sifat kepedulian terhadap lingkungan.

Apa yang anda cita-citakan dari kerja-kerja seperti ini ?

Pencapaian yang diharapakan dari kerja berkesenian dengan masyarakat , adalah agar kita bisa bersama-sama berdaya dalam politik, ekonomi, paling tidak kita dapat berdikari. Karena wilayah kerja saya adalah di desa, paling tidak saya menyesuaikan, jelas sangat berdeda dengan masyarakat urban. Ketika di desa ini karakter msyarakatnya sangat bisa dibilang polos, lugu, jadi kalo tidak dikuatkan di wilayah tersebut, akan sulit untuk mengahadpi dunia yang di lalui hari ini. Dan dengan metode kesenian lah pemahaman ini dapat diterima oleh masyarakat.

Kesulitan apa yang sering anda hadapi ?

Ada kesulitan teknis dan nonteknis, mungkin kesulitan tenis ini adalah lembaga itu sendiri, tapi kami tidak menggapnya sebuah permasalah, tapi itu adalah sebuah proses. Karena bekerja dengan banyak orang, bekerja dengan banyak support membutuhkan banyak tolerasi. Ketika banyak pihak meilihat aktifitas dan capaian kami, banyak pihak yang ingin mengakusisi, ada yang sekedar tepuk tangan, ada yang ingin terlihbat. Ini sebuah proses yang sangat menyenangkan. Tapi kemudian ada sesuatu yang tidak saya duga dalam prosesnya, ada sebuah monopli dan pengakusisian yang sangat dominan di sini. Dan sampai hari ini ketika saya tidak ada di sangar tersebut, saya tetap mengangapnya sebagai sebauah proses. Anak-anak yang dulunya ada di sangar tersbut namun sudah keluar karena ada beberapa pihak yang masuk, mereka datang ke saya dengan orang tuanya ingin membuat embrio ulang yang sama dengan apa yang kami dulu kerjakan. Ini kan sebuah proses yang menyenangkan jadi bukan sebuah permasalahan.

Harapan anda untuk praktek kesenian yang anda lakukan dan masyarakat sekitar ?

Orientasi saya kedepan, saya berharap adanya kesadaran dari sebuah proses yang sudah dilakukan 4 tahun lalu dengan teman-teman komunitas. Tanpa ada intervensi, tanpa ada dukungan sudah mampu berdaya mampu mewujudkan cita-cita bersama. Jadi saya berharap kemudian saat ada orang tua dan anak-anak, kemudian saya dapat mengilhami sebuah proses, menjadi kesadaran bersama untuk memunculkan ide-ide kecil. Isu lingkungan kita angap kecil, kerena kita tidak terlalu muluk untuk membicaran sungai brantas, tapi dengan kita merawat lingkungan, hutan, menanam, akan berefek secara langsung, hama-hama tidak memankan tumbuhan kita, mengurangi pengunaan pestisida berkurang, hal-hal kecil ini yang saya harapkan dan dapat menjadi kesadaran bersama.

 

Link video : https://youtu.be/t6y_FTuoTS0

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *