Oleh: Zuhkhriyan Zakaria
Sedikit Penasaran
Apasih yang diharapkan dari seni? Apakah keasikannya, karyanya, maknanya, atau bahkan kerandomannya?
Beribu literatur, diskusi, seminar telah mengulasnya, namun belum melegakan harsat penasaran ini. Bolehlah coba telusur pada mesin pencarian dan kecerdasan buatan (AI), ketik “fungsi seni”. Nah tentunya muncul beragam jawaban. Salah satu yang paling populer adalah fungsi seni sebagai sarana pendidikan.
Pertanyaan yang sama muncul, apa yang diharapkan seni sebagai sarana pendidikan?
Tantangan Muncul
Saya adalah salah seorang lulusan pendidikan seni yang bekerja pada Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang. Lo kan, makin meluas. Terdiri atas beragam program studi. Tidaklah bermasalah ketika mengajar seni rupa dan kererampilan. Mengajar pada Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI setara PGSD) dan Pendidikan Islam Anak Usia Dini ( dulu bernama PGRA) karena masih sejalur.
Kesulitas muncul ketika mengajar Calon Guru Pendidikan Agama Islam (PAI), meski masih dalam matakuliah keguruan. Mengajar calon guru agama dengan karakter yang berbeda, karena rata-rata telah atau sedang menempuh pendidikan Pesantren. Mereka cenderung tawaduk (rendah hati) yang berefek pendiam, malu menyampaikan pemikiran, kurang aktif, mengakibatkan pembelajaran menjadi pasif.
Lantas ini menjadikan bahan perenungan mendalam, bagaimana cara menjebatani ini semua.
Membuktikan Penasaran
Membawa pada mulai membuat survei sederhana tentang kemampuan dan minat artistik mereka. Diikuti 248 mahasiswa PAI, hasilnya menyebutkan 47% minat pada musik, 30% visual, 10% sastra, 8% drama, dan 5% tari (Zakaria, Hakim, & Ardiansyah, 2019). Kondisi karakteristik ini menguatkan untuk melakukan penelitian eksperimen berupa perbelajaran berbasis seni untuk calon guru PAI tersebut.
Eksperimen Berlanjut
Bidang pendidikan khas dengan penggunaan eksperimen semu, berbeda dengan bidang ilmu alam yang dapat menggunakan ekperimen murni. Karena dalam eksperimen semu tidak semua variabel yang relevan dapat memiliki kondisi yang beragam, subjek tidak ada yang sama persis untuk dikendalikan dan dimanipulasi. Menggunakan 4 kelas dengan 2 kelas eksperimen dan 2 lagi sebagai kontrol.
Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan model pembelajaran berbasis seni atau istilah globalnya Arts Based Learning (ABL). Untuk kelas kontrol tetap menggunakan kelas presentasi makalah.
Setelah dilakukan tes mengajar, kelas ABL memili kemampuan perilaku mengajar lebih efektif dari pada kelas lainnya (Zakaria, Setyosari, Sulton, & Kuswandi, 2019).
Ketagihan Membuktikan
Penelitian-penelitian tersebut terus berlajut hingga kini, dengan subjek dan variasi dari model ABL. Setelah membuktikan ABL cocok untuk pendidikan calon guru pada kontek kemampuan mengajar, beralih pada penggunaan media sosial untuk kreativitas (Salehudin, Hamid, Zakaria, Rorimpandey, & Yunus, 2020), pelatihan daring (Zakaria, Fadhli, & Arnab, 2020), (Heriyawati & Zakaria, 2022), hingga persepsi kepemimpinan (Zakaria, Ardiansyah, Srinin, Kurniawan, & Hidajat, 2023).
Pada tahun ini sedang berjalan adalah memasukkan seni yang berkembang dan viral di masyarakat area lereng Arjuno, Bromo,dan Semeru. Seni Bantengan sebagai bagian dalam pembelajaran.
Seni Mendidik
Seni menjadi landasan esensial dalam memperkuat pendidikan seni kontemporer. Dalam era yang terus berubah dan berkembang, para pendidik seni tidak hanya perlu memperhatikan aspek teknis dan kreatif, tetapi juga harus memperluas wawasan mereka terhadap tren, teknologi, dan perubahan sosial yang memengaruhi bidang seni. Pendekatan yang inovatif dan adaptif, seni mendidik calon guru yang lebih nyeni menginspirasi para pendidik untuk menjadi agen perubahan yang mampu merangkul kompleksitas peluang dan tantangan sambil mempertahankan nilai-nilai esensial seni.
Dalam dunia pendidikan seni, peran guru tidak hanya sebagai instruktur tetapi juga sebagai fasilitator yang menginspirasi, mendorong, dan memandu siswa dalam proses kreatif mereka. Pada era yang terus berkembang, penting bagi guru untuk terus memperbarui pendekatan mereka agar tetap relevan dan efektif dalam menghadapi tantangan zaman. Dalam pandangan ini, tema “Seni Mendidik Guru yang Lebih Nyeni” menyoroti peran sentral seni dalam pengembangan kompetensi calon guru untuk menjadi fasilitator pembelajaran yang dinamis, inovatif, dan terhubung dengan zaman.
Menggali Esensi Seni dalam Pendidikan Guru
Pentingnya seni dalam mendidik guru menjadi fasilitator pembelajaran yang lebih dinamis dan terhubung dengan era tidak dapat dilebih-lebihkan. Seni bukan hanya tentang teknik dan keterampilan, tetapi juga tentang ekspresi, kreativitas, dan pemahaman mendalam tentang konteks sosial dan budaya. Dalam upaya untuk mengembangkan kompetensi guru, penggalian esensi menggunakan metode seni menjadi hal yang sangat penting. Hal ini memungkinkan guru untuk mengintegrasikan nilai-nilai seni, seperti kepekaan estetika, eksplorasi, dan inovasi, ke dalam pendekatan pembelajaran mereka.
Integrasi Teknologi dalam Pembelajaran
Salah satu aspek kunci dalam menciptakan guru yang nyeni adalah integrasi teknologi dalam pembelajaran. Teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, dan memanfaatkannya dalam konteks seni dapat memperkaya pengalaman pembelajaran siswa. Dari penggunaan perangkat lunak desain grafis hingga teknologi realitas virtual, guru yang mahir dalam mengintegrasikan teknologi dapat menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih menarik dan relevan bagi siswa.
Mendorong Intuisi
Alih-alih modus mendorong kreativitas. Pembelajaran berbasis seni merupakan salah satu pendekatan efektif dalam memfasilitasi pengembangan intuisi. Dalam konteks pendidikan pendekatan ini memungkinkan siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam konteks proyek berbasis seni yang nyata dan bermakna. Guru yang menerapkan pembelajaran berbasis proyek/kekaryaan memberikan ruang bagi eksplorasi, kolaborasi, dan pemecahan masalah, yang semuanya merupakan aspek penting dalam pengembangan kreativitas siswa.
Kolaborasi Antar-Guru dan Refleksi Diri
Kolaborasi antar-guru dan refleksi diri merupakan dua hal yang tak kalah penting dalam mengembangkan kompetensi guru. Melalui kolaborasi, guru dapat bertukar ide, pengalaman, dan sumber daya untuk meningkatkan praktik pembelajaran mereka. Selain itu, refleksi diri memungkinkan guru untuk secara kritis mengevaluasi praktik mereka sendiri, mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki, dan terus mengembangkan diri sebagai profesional seni.
Pengembangan Profesional Berkelanjutan
Pengembangan profesional berkelanjutan merupakan komponen penting dalam memastikan bahwa guru tetap relevan dan responsif terhadap perkembangan zaman. Dalam dunia pendidikan yang terus berubah, guru perlu terus memperbarui pengetahuan mereka tentang tren seni, teknologi, dan pendekatan pembelajaran yang baru. Melalui program pengembangan profesional berkelanjutan, guru dapat terus meningkatkan keterampilan mereka dan tetap menjadi agen perubahan yang efektif dalam pendidikan seni.
Membentuk Komunitas Guru i yang Berdaya
Pada akhirnya, tujuan dari tema “Seni Mendidik Guru yang Lebih Nyeni” adalah untuk membentuk komunitas guru yang berdaya. Seperti halnya pada MGMP Seni Budaya diberbagai daerah. Terdapat pula komunitas guru seni yang aktif beraktivitas, seperti halnya Komunitas Guru Seni dan Seniman Pasuruan (KGSP). Aktif menggelar pameran periodik/tahunan hingga ke-13 pada tahun 2023. Komunitas ini terdiri dari para profesional seni yang memiliki pemahaman mendalam tentang esensi seni, mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran, mendorong kreativitas siswa melalui pembelajaran berbasis proyek, berkolaborasi secara aktif dengan sesama guru, melakukan refleksi diri secara teratur, dan terus mengembangkan diri melalui pengembangan profesional berkelanjutan.
Kesimpulan
Dalam era yang terus berubah dan berkembang, seni mendidik guru yang lebih nyeni menjadi suatu keharusan. Melalui penggalian esensi seni, integrasi teknologi, pembelajaran berbasis proyek, kolaborasi antar-guru, refleksi diri, dan pengembangan profesional berkelanjutan, guru dapat menjadi fasilitator pembelajaran yang dinamis, inovatif, dan terhubung dengan zaman. Dengan demikian, mereka dapat menciptakan pengalaman pembelajaran yang relevan dan memikat bagi siswa mereka, mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan masa depan dengan percaya diri, intuisi, dan kreativitas yang tinggi.
Referensi
Heriyawati, D. F., & Zakaria, Z. (2022). Pembuatan Topeng Karakter Sebagai Media Pembelajaran Bahasa Pada Guru Sekolah Dasar. Jurnal Publikasi Pendidika, 12(1), 53–58. https://doi.org/10.26858/publikan.v12i1.24276
Salehudin, M., Hamid, A., Zakaria, Z., Rorimpandey, W. H. ., & Yunus, M. (2020). Instagram User Experience in Learning Graphic Design. Hasil Telusur Hasil Web International Journal of Interactive Mobile Technologies (IJIM), 14(11), 183–199. https://doi.org/10.3991/ijim.v14i11.13453 Mohammad
Zakaria, Z., Ardiansyah, A., Srinin, W., Kurniawan, C., & Hidajat, R. (2023). The Mask of Leadership: Reflection on Art-Based Learning for Preservice Teachers. Journal of Leadership in Organizations, 5(1), 1–44. https://doi.org/10.22146/jlo.75522
Zakaria, Z., Fadhli, M., & Arnab, S. (2020). Pelatihan Daring Membuat Topeng Karakter dengan Kilat untuk Meningkatkan Sosial Resiliensi. Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat (SENAM). Malang. Retrieved from https://jacips.machung.ac.id/index.php/senam/article/view/26
Zakaria, Z., Hakim, D. M., & Ardiansyah, A. (2019). The Influence of Gender and Artistic Talents on the Grade Point Average ( GPA ). In F. Yuliawati & E. Sulistiyowati (Eds.), Annual Conference AL-BIDAYAH (ACA): Jurnal Pendidikan Dasar (pp. 1–8). Yogyakarta: PGMI Pers UIN Suka. Retrieved from https://drive.google.com/file/d/1QfyRCJjFCw65K15ZCWlLeh4AZnhIj6Ol/view
Zakaria, Z., Setyosari, P., Sulton, S., & Kuswandi, D. (2019). The Effect of Art-Based Learning to Improve Teaching Effectiveness in Pre-Service Teachers. Journal for the Education of Gifted Young Scientists, 7(3), 579–592. https://doi.org/10.17478/jegys.606963
*) adalah Pendidik Calon Guru Madrasah, Anak Usia Dini, Agama, dan Hukum di Universitas Islam Malang (UNISMA). Tinggal dan aktif adalam komunitas seni daerah Nongkojajar, Alkmaart, KGSP, Malang Performance Art Communiti (MAPAC). Pembuat barang palsu Kalbisk dan teman diskusi Serbuk Kayu sejak dulu
Materi telah dipresentasikan dalam Podcast Saling Bermain Ep. IV
Link Terkait
YouTube: @serbukkayu1548
Spotify: Serbuk Kayu
Unduh Zine: ZineSB
Cetak Zine: https://docs.google.com/forms/d/1_g46y7h9OkBi1jdxGLJjq9gE3sIGQzVjA1rJwEhGo6w/edit