Menengok Perayaan Seni Rupa Tingkat Desa

Posted on Posted in Journal, News
Spread the love
Oleh Zuhkhriyan Zakaria

 

Mengambil tempat di Gedung Serbaguna Balai Desa Ngroto Kecamatan Pujon. Pujon nampaknya daerah yang sedikit asing dibandingkan tetangga sebelah timurnya yakni Kota Batu yang kaya akan tempat wisata. Pujon masih kental dengan pertanian dan peternakan.

Tanpa harus repot mencari lokasi pameran terdengar suara kencang pengeras suara terdengar dari pinggir jalan. Ditambah ucapan selamat datang disablon pada kain biru dan umbul-umbul berjajar manis menuju venue.

Hari itu 13 September 2017, adalah kesempatan pertama saya menghadiri sebuah undangan pameran seni rupa di daerah Pujon. Memang undangannya hanya berupa pamflet yang disebar di sosial media. Namun itulah adanya kecenderungan info dekade ini yang serba cepat nan digital.

Sebelumnya ada juga ajakan dari seorang teman untuk datang ke pameran di Pujon ini. Ajakannya dibumbui humor “engkok oleh mangan prasman lo” (nanti ada makan prasmanannya). Terus terang saja, saya langsung tertarik karena hanya pameran atau perhelatan yang berbuget besarlah ada hidangan makan ala prasmanan.

Benar saja didepan gedung pameran terdapat meja kursi lengkap dengan hidangan makan, minuman serta hiburan musik orkes dangdut bak acara pernikahan orang terkaya di Desa. Jajaran empat biduan cantik menyambut kedatangan para tamu dan warga dengan suaranya yang merdu.

Ternyata ini adalah kali ketiga penyelenggaraan pameran karya lukis, sejak 2015 (annual event). Diadakan oleh Kelompok Seni Woejoed dipunggawai oleh Anto. Kali ini melibatkan pelukis dari Kota Batu dan Ngantang.

Delapan hal yang mengesankan adalah; pertama, peserta pameran ini dari yang berjumlah 42 pelukis, 35 orang dari dalam Kecamatan Pujon, sisanya 7 orang dari Batu dan Kecamatan Ngantang. Peserta terbanyak adalah asli putra daerah Desa Ngroto yakni berjumlah 18 pelukis. Berlatar belakang dari kalangan petani, blantik (marketing hewan ternak), kuli, pelajar, guru, hingga seniman.

Kedua, manajemen penyelenggaraan kolektif yang sederhana apa adanya, namun tetap menjaga kwalitas dan penataan karya agar apresian merasa nyaman. Meski hingar bingar suara musik berdentum diluar gedung.

Ketiga,. peran pemerintah desa yang mendukung dengan total perhelatan ini. Bersamaan langsung dengan perayaan HUT RI ke 72 dan hari jadi Desa Ngroto ke 157 tahun. Keterlibatan Prayogi sebagai Kepala Desa dengan hangat menyambut para tamu yang datang.

Keempat, kirab budaya dan pawai desa mengiringi pembukaan pameran seni lukis ini. Kelima, tema yang diangkat sangat bersahaja yakni Nimbo Karyo yang bisa diartikan sebagai pengambil dari dalam isi atau makna dari karya.

Keenam, apresian sebagian besar masyarakat sekitar yang berbondong-bondong hadir meniknati seluruh sajian karya lukis. Diselingi diskusi sambil berdiri dengan beberapa pelukis peserta pameran. Selfie sesekali dilakukan untuk mengabadikan moment ini. Apresian berjaket tebal menjadi ciri khas di Pujon, sebagai konsekuensi dari udara 12°C (pada malam hari).

Ketujuh, rangkaian acara penyemarak berupa sajian musik tayup dihari pertama, dangdut, dan fashion show, dan pengajian berturut-turut selama 4 hari. Dan Kedelapan, tidak luput penerbitan katalog pra event cetak berwarna. Meski hanya berisi 2 lembar kertas yang dijepit steples ditengah sehingga bisa jadi 8 halaman berisi sampul, sambutan Kepala Desa beserta karya lukis, keterangan dilengkapi foto seniman yang terlibat sebagai peserta, dihalam terakhir ucapan terima kasih dan sponsor.

Tidak berlebih-lebihan, inilah apa adanya perhelatan seni rupa tingkatan Desa. Keseluruhan sajian acara dari desa untuk menyemarakkan desa pula. Terlalu jauh jika membicarakan medan sosial seni jika di desa. Komponen yang cenderung minim, yakni hanya seputar seniman, pemerintahan, ruang publik (balai desa), dan masyarakat yang selalu rindu akan sajian karya tetangga. Modal kuat ini mengisyaratkan kesahajaan praktik seni rupa di Desa.

Jika menilik karya seni yang dipresentasikan berjumlah 70 karya dua dimensional berbasis lukis dan beberapa drawing. Nampak dominasi karya dengan visual potret keindahan alam seperti yang nampak pada karya “Teratai” oleh Anto, “Pemandangan” Satuki dan Rianto Sinyo, “Mekar Menyapa Alam” Rosyida Qurrota A, “Bunga” Hena Wurianti, dan “Lemon” dikerjakan oleh Mubarok. Kekayaan alam berupa fauna terlihat pada “Dadi Koceng” Ari Kristanto, “Panda” Jhoni Pratama, “The Horse” Tri Widianto, “Setan Balap” Djuwari, “Diantara” Moch Zaini. “Macan” Candra Irawan, “Ikan Koi” Yatiman, “Figer Fish” Sokib, “Panca Warna” Rahmat A, “Saudara Setia Beo” Dhiki Dhian, dan “Elang” Sahud Habibi.

Penggambaran sosok figur terlihat pada karya “Old Figure” Braga Ariya B, “The Man is Inspiration” M. Zaimuddin, “Harumnya Pembawa Kemerdekaan” Dandik Tranada, “Pertarungan” Isriyanto, “Bima Suci” Ady, “Gus Dur” Agus TK, “Anoman” Moelyono, “Jaka Sembung” Supri, serta “Tari Bali” oleh Widodo.

Dari judul diatas nampak kesimpelan cara berkarya dengan mengangkat objek dan judul yang lugas. Tiga karya nampak berbeda dengan sentuhan warna seni pop dekoratif antaranya karya “Melodi Laut” oleh A Kholil atau biasa dipanggil Benol, memvisualkan sosok ikan dengan mulut menganga terbang diatas laut dibawah rembulan. Karya dari Yogi Rahayu “ Ditengah Moderenitas” warna khas desain tekstil mengaburkan sosok wayang kulit.

Gaung karya seniman asal Rusia bernama Pokraslampas terhembus pada Karya kaligrafi futurism oleh Yanuar Andi diberinya judul “Ritual” berlatar hitam dan sentuhan warna emas mendominasi guratan huruf yang tidak akan ketumu ini bacaan apa.

Apa yang dilakukan Woejoed adalah gejala positif ditengah keriuhan wacana seni rupa dipermukaan atas. Hembusan angin Nimbo Karyo sudah pasti tidak akan sampai pada perhelatan selevel Pameran Seni Kontemporer sebangsa perhelatan Biennale yang menginternasional, kaya akan wacana, kritik, dan bernuansa keilmuan teraktuil. Namun metode Nimbo Karyo lebih mungkin dilakukan dan dinikmati di kalangan masyarakat Desa. Para seniman ditataran ini berkarya dengan natural dan bersahaja, belajar dengan sejawat, bahu membahu (kolektif) membangun daerahnya. Inilah Indonesia Kita.

 

Pengamat seni dan pengajar di UNISMA

Tinggal di Nongkojajar Pasuruan

2 thoughts on “Menengok Perayaan Seni Rupa Tingkat Desa

  1. Bagus sekali.. pameran yg merakyat.. hasil karya mereka adalah cerminan kebahagiaan dan kebanggaan terhadap seni rupa.. good job…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *