Build a Bridges With Diversity as a Platform

Posted on Posted in 2017, Journal, News
Spread the love

JUDUL PAMERAN : TALKING ABOUT 4 (Diversity Order)

KURATOR : Dwiki Nugroho Mukti

SENIMAN : Hanifi S. Mahtione, Zalfa Robby, Arsya Deananda, Arif Mulyadi, Sony Himantoko, Dyan Condro, Fathur Rohman, Indra Prayoghi, M. One Abdillah, Krisna Esa, Yudha Ramadhana, Ebby Dwijaya

PERIODE PAMERAN : 8 – 30 September 2017

TEMPAT : Galeri House of Sampoerna,Taman Sampoerna 6, Surabaya 031-3539000

Esai kuratorial

Membangun Jembatan Dengan Landasan Keberagaman

Oleh : Dwiki Nugroho Mukti

Putaran dunia terasa semakin cepat dengan dimudahkannya manusia terhadap berbagai akses, mulai dari akses ilmu pengetahuan, data, barang, jasa, atau bahkan hal-hal lain yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Semua bisa di akses hanya dengan jantikan jari di gadget yang setiap hari kita pegang, kita tidak perlu pergi untuk bersusah payah bertemu penjual untuk melakukan transaksi. Makanan juga bisa dengan mudah bisa kita dapat melalui layanan pesan antar yang tersedia, barang pun demikian banyak laman-laman online yang bertindak sebagai katalog sekaligus penjual yang menjajakan barang dengan penawaran-penawaran yang menarik. Ini adalah hal yang melatar belakangi pemilihan tema dari pameran serbuk kayu, terinspirasi dari pola kerja delivery order 1, lantas di ubahlah kata-kata delivery menjadi diversity, yang dalam bahasa inggris berarti keberagaman.

Penjelasan di atas adalah penjelasan menggapa Serbuk Kayu menggunakan tema diversity order, kami ingin mengadaptasi pola kerja layanan pesan antar untuk mendistribusikan karya serbuk kayu sebagai informasi kepada apresiatornya, dan mendistribusikan seni sebagai pengetahuan pada saat bersamaan.

Keberagaman adalah sebuah narasi besar yang selalu di dengung-dengungkan, karena memang begitu adanya, Indonesia merupakan negara yang besar terdiri dari banyak suku, budaya, bahasa yang kesemuanya ini membuat Indonesia begitu beragam, berbicara lebih lanjut mengenai keberagaman, kata ini dapat digunakan untuk menerjemahkan banyaknya hal yang terjadi terkait apapun, tidak terkecuali dalam karya seni maupun pola kerjanya. Keberagaman tentu saja akan menjadi kekuatan yang sangat besar, saat keberagaman ini dapat disatukan. Namun di sisi lain keberagaman juga merupakan isu yang sangat sensitif, karena bila di intepretasikan secara salah, atau bahkan disalah gunakan, maka keberagaman dapat menjadi senjata untuk memecah belah. Kita tahu dalam matematika bahwa pecahan akan dapat di jumlahkan apabila memiliki penyebut yang sama, begitu pula dengan isu ini, saat dari semua keberagaman ini mememiliki penyebut yang sama, atau dapat dibahasakan memiliki tujuan yang sama dengan adanya kesepakan, maka keberagaman ini akan dapat mejadi kekuatan yang utuh, dan tentu saja akan sangat mengguntungkan.

Serbuk kayu adalah komunitas kesenian yang tidak hanya berfokus pada seni rupa, namun lebih ke semua aspek seni, namun tujuan dari pergerakan yang dilakukan oleh serbuk kayu adalah mendistribusikan seni sebagai pengetahuan, maksudnya adalah agar seni dapat dimaknai lebih baik lagi, menjadi sesuatu hal yang dapat dipelajari karena seni buka hanya bentuk karya cipta yang bersifat kontemplatif, imaginatif, ataupun hanya bertumpu pada bakat si pelaku. Namun yang diharapkan oleh serbuk Kayu adalah seni menjadi sesuatu hal yang dapat dibaca, dan dipelajari, yang bertujuan agar tercipta kemajuan-kemajuan lebih lanjut dalam skena kesenian itu sendiri.

Dalam mengkontruksi sebuah karya seniman pasti memiliki metode yang unik untuk digunakan, memiliki pola distribusi yang berbeda, antara seniman yang satu dengan seniman yang lainya. Hal ini pula yang terjadi di dalam Serbuk Kayu, yang mana hal ini merupakan sebuah gambaran dari keberagaman yang akan di bahas, dan intepretasikan dalam kegiatan pameran yang dilakukan oleh Serbuk kayu.

Dalam mencapai tujuan yang di inginkan untuk mendistribusikan seni sebagai pengetahuan tiap anggota yang ada dalam serbuk kayu pun memiliki cara kerja yang beragam, tidak sama antara satu dengan yang lain. Setiap anggota memiliki kekuatan masing-masing dalam karyanya,yang mana hal yang mendasari karya menjadi kuat dapat dipertangung jawabkan secara konseptual. ini adalah alasan kedua mengapa mengunakan tema keberagaman.

Serbuk kayu dalam kegiatan kali ini membuat sebuah karya kelompok yang bernama ‘meja belajar’, meja belajar akan ditampilkan sebagai objek yang mana tiap anggota Serbuk Kayu dapat merespon meja tersebut sesuai dengan karya yang biasa mereka buat atau pola kerja yang biasa mereka lakukan. Karya ini akan menjadi karya yang bersifat partisipatif dimana apresiator nantinya dapat memanfaatkan meja yang tersedia untuk mengakses informasi yang disediakan diatas meja tersebut.

Untuk mengahantarkan pengetahuan kepada apresiator melalui karya partisipatif, adalah bentuk visual yang dipilih Serbuk Kayu untuk menyampaikan tujuan dalam pameran ini. Mengutip tulisan Benedict Anderson ‘Agar bisa merasakan perubahan ini, kita akan memperoleh manfaat apabila menelaah tampilan-tampilan visual’ 2, maksudnya adalah bentuk visual menjadi salah satu unsur yang penting sebagai medium, agar apa yang di harapkan dapat di distribusikan dengan baik.

Yang menjadi latar belakang adalah pola kerja yang kurang sehat, yang terjadi di skena kesenian dimana Serbuk Kayu berproses. Serbuk Kayu berproses di Kota Surabaya, di Surabaya aktifitas seni rupa terus mengeliat, dalam satu bulan kurang lebih rata-rata ada 4 sampai 5 kegiatan seni rupa yang di selengarakan, entah itu oleh seniman perorangan, ataupun secara kelompok. Namun yang terjadi adalah kebanyakan penyelengaran kegiatan ini hanya sebagai pentuk perayaan, dan celakanya para pelakunya tidak merencanakan itu. Para pelaku kegiatan tersebut merencanakan untuk menyelengarakan sebuah kegiatan untuk tujuan yang lebih luas, seperti agar karyanya dapat di apresiasi oleh masyarakat luas, atau agar karyanya dapat turut menyehatkan ekosistem kesenian disini dengan meningkatkan pemahaman dan apresiasi masyarakat, dan banyak lagi jenis tujuan yang ingin dicapai. Tapi yang terjadi adalah para pelaku ini menetapkan tujuan tanpa membuat jembatan untuk dapat menyebrang, angaplah seniman di sisi sungai sebelah kanan, dan masyarakat berada di sisi sungai sebelah kiri, agar seniman dan masyarakat dapat saling terhubung maka yang dibutuhkan tentu saja adalah jembatan. Tapi dengan pola yang dilakukan seniman bukanya membuat jembatan namun malah merayakan di sisi sebelah kanan sungai, berharap agar masyarakat yang di sebelah kiri sungai mau menoleh dan bersentuhan dengan apa yang mereka lakukan, tentu saja hal ini akan sangat sulit terjadi karena benar-benar tidak ada penghubung. Ini adalah ilustrasi bagaimana pola kerja yang terjadi disini.

Jika setiap proses komunikasi akan dijelaskan sebagai proses yang berkaitan dengan sistem signifikasi, maka amat perlu ditentukan struktur dasar komunikasi itu sendiri, karena struktur dasar inilah komunikasi secara umum dapat dilihat dalam elemen-elemen terdasarnya3. Agar menjadi karya atau kegiatan yang tepat sasaran, maka bentuk komunikasi dengan cara membuat penghubung inilah yang dilakukan oleh Serbuk Kayu. Jembatan inilah yang mulai ingin dibangun oleh Serbuk kayu, dengan sedikit mengkikis pengkultusan karya lukis sebagai hal yang di agungkan. Karya lukis beserta karya ‘meja belajar’ yang ditampilkan akan menjadi sebuah media untuk berinteraksi, antara seniman dengan apresiator. Terjadinya komunikasi dua arah terkait pertangung jawaban karya adalah hal yang harus dilakukan.

Semoga apa yang dicita-citakan oleh Serbuk Kayu untuk mendistribusikan seni sebagai pengetahuan dapat ditangkap dengan baik oleh apresiator melalui karya-karya yang ditampilkan, yang pada akhirnya terjadi pola kerja distribusi tidak hanya dari seniman namun juga dari dari apresiator.

1  Kata Delivery bisa mempunyai arti, yaitu pengiriman. Sedangkan karat order mempunyai dua arti, yaitu memesan dan pesanan.

Dalam kamus, kata deilivery order berarti pengiriman pesanan, Dalam bahasa sehari-hari dalam iklan, frase tersebut diatikan sebagai (melayani) pesan antar.

2 Dikutip dari tulisan Benedic Anderson dalam buku Imagined Communities: Reflections on the orign and spread of natinalism

3 Umberto Eco, A Teory Of Semiotics (Indiana University Press, 1976), 45

___eng__________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Curatorial essay

Build a Bridges With Diversity as a Platform

By : Dwiki Nugroho Mukti

The world turns feel faster with the human can access everything easily, from access to knowledge, data, goods, services, or even other things we’ve never eaten before. All can be accessed only by touching a finger on the gadgets that every day we hold, we don’t need to go to the seller to make transactions. Food can also easily be made through the inter-messaging service is available, the goods with many online pages that act as a catalog as well as sellers who peddle goods with interesting offers. This is the background of the election theme from Serbuk Kayu, inspired by the work pattern of delivery order 1, then changed the words delivery into diversity.

The explanation above is the explanation why Serbuk Kayu using diversity order as a theme, Serbuk Kayu want to adapt the interpersonal messaging service, to distribute Serbuk Kayu artworks as information to his appreciator, and to distribute art as knowledge at the same time.

Diversity is a great narrative that has always been buzzed, Indonesia is a large country consisting of many tribes, cultures, languages all of which make Indonesia so diverse, to talk more about diversity, this word can be used to translate the number of things that occur related to anything, not least in the art and work patterns. Diversity of course will be a tremendous force, as this diversity can be united. But on the other hand, diversity is also a very sensitive issue, because if misinterpreted, or even misused, diversity can be a divisive weapon. We know in mathematics that fractions will be able to be summed up if they have the same denominator, as well as this issue, when all of these diversities have the same denominator, or can be conceived of having a common purpose in the presence of the agreement, this diversity can be a force intact, and of course very profitable.

Serbuk Kayu is an art community that not only focuses on fine art but more on all aspects of art, but the purpose of the movement made by Serbuk Kayu is to distribute art as knowledge, the meaning is, that art can be interpreted better, into something that can be studied because therms of creative works not only contemplative, imaginative, or just rely on the talent of the perpetrator. But what Serbuk Kayu expects is the art of being something readable, and learned, which aims to create further advances in the artistry itself.

In constructing artworks, the artist sure have a unique method to use, it has a different distribution pattern, between one artist and another artist. This is also the case in Serbuk Kayu as an art community, which is a description of the diversity to be discussed, and is interpreted in the exhibition carried out by Serbuk Kayu.

In achieving the desired goal to distribute art as knowledge of each member in the Serbuk Kayu also has a variety of ways of working, not the same from one to another. Each member has their respective strengths in his work, in which the things that underlie the work become strong can be accounted for conceptually. this is the second reason why using diversity themes.

To transmit knowledge to the appreciator through participatory work is the selected visual form of Serbuk Kayu to convey the purpose in this exhibition. Citing Benedict Anderson ‘To be able to feel this change, we will benefit when we examine visual displays’2, meaning that the visual form becomes one of the important elements as the medium so that what is expected can be distributed well.

The background is the unhealthy work patterns, which occur in the art scene where Wood Powder is processed. Wood powder processed in Surabaya, in Surabaya art activities continue to look, in one month more or less average there are 4 to 5 art activities held, either by individual artists or in groups. But what happens is most of the hearing of this activity is only a form of celebration, and unfortunately the perpetrators do not plan it. The actors plan to organize an activity for a broader purpose, such as that his work can be appreciated by the wider community, or for his work to contribute to the health of the arts ecosystem here by enhancing the understanding and appreciation of the community, and much more types of goals to be achieved. But what happens is that these actors set goals without making a bridge to cross, suppose the artist on the right side of the river, and the community is on the left side of the river, so that artists and the community can be connected together then what is needed is, of course, a bridge. But with the pattern of the artists instead of making bridges but instead celebrating on the right side of the river, hoping that people on the left side of the river would turn and come in contact with what they do, of course, this would be very difficult to happen because there really is no liaison. This is an illustration of how the pattern of work is happening here.

If each communication process is described as a process related to the signification system, it is necessary to determine the basic structure of the communication itself, since it is this basic structure of communication in general that can be seen in its basic elements3. In order to be a work or activity that is right on target, then the form of communication by making this liaison is done by Wood Powder. This bridge is starting to want to be built by Serbuk Kayu, with a little eroding the painting as a cult of the glorified. The paintings along with the work of the ‘study desk’ displayed will be a medium for interaction, between artists with appreciators. The occurrence of two-way communication related to the responsibility of the work answer is the thing to do.

Hopefully what the Serbuk Kayu desires to distribute art as knowledge can be well captured by the appreciator through the works displayed, which in turn occurs the pattern of distribution work not only from the artist but also from the appreciator.

1 The word Delivery can mean, ie, delivery. While rust order has two meanings, namely ordering and order.

In the dictionary, the word deilivery order means the delivery of the order, In the colloquial in the ad, the phrase is set as (serve) the message between.

2 Quoted from the writings of Benedic Anderson in the book Imagined Communities: Reflections on the orign and spread of natinalism

3

Umberto Eco, A Teory Of Semiotics (Indiana University Press, 1976), 45

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *