Oleh : Andy Rahman Arif
Kesenian Tradisi Topeng Dhalang
Kekayaan etnik dan budaya yang dimiliki Sumenep berpengaruh terhadapkesenian tradisonal yang ada. Salah satunya yang terkenal adalah tari topeng , namunkini semakin tenggelam oleh kesenian modern. Gaya kesenian ini adalah wujudpertemuan gaya kesenian Jawa Tengahan (Solo, Yogya), Jawa Timur-Selatan(Ponorogo, Tulungagung, Blitar) dan gaya kesenian Blambangan (Pasuruan,Probolinggo, Situbondo, Banyuwangi). Perpaduan itu beberapa budaya itu menyebabkan akar gerakan tari ini mengandung unsur kekayaan dinamis dan musik dari etnik Jawa, dan Bali.
Religi atau kepercayaan masyarakat Madura telah disebutkan bahwa mereka menganut paham animisme dan dinamisme. Kedua paham tersebut tercurah ke dalam ekspresi-ekspresi keseniannya. Ungkapan berupa ekspresi kesenian tersebut dapat dibedakan berdasarkan dua jaman peradaban masyarakat Madura. Jaman mesolitik yang berburu dan neolitik yang agraris dalam rangka melangsungkan kehidupan.
Mesolitik dan neolitik melahirkan idiom-idiom kesenian, terlebih dalam seni pertunjukan. Ekspresi-ekspresi di dalam seni pertunjukan menunjukkan idiom-idiom yang dapat dipahami sebagai ekspresi ritual dari paham animisme dan dinamisme, dengan obsesi ekonomis. Dapat dikatakan sebagai obsesi ekonomis, karena idiom-idiom isi dari kesenian ataupun seni pertunjukan tersebut mengacu pada pemujaan yang diperuntukkan kepada sang Hyang, atau pun roh-roh leluhur untuk menjaga ketentraman hidup mereka. Seni pertunjukan tradisional masyarakat Madura mengacu pada ritual-ritual seperti tolak balak, mengusir penyakit, mengusir roh jahat, ungkapan rasa syukur, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pertunjukan masyarakat Madura juga bersifat magis – religius.
Ekspresi-ekspresi magis – religius tersebut dapat dilihat ke dalam bentuk-bentuk seni pertunjukan mayarakat Madura. Bentuk-bentuk seni pertunjukan tersebut dapat berupa musik, tarian dan teater. Bentuk-bentuk dari seni musik berupa; lalongèdhan atau jhung-kèjhungan, tembhâng atau mamaca, pantun atau macapat, syiir (syair), paparèghân (sejenis gurindam), tongtong, saronènan, klènnèngan, gamelan, terbhângan atau hadrah, gambus dan sebagainya. Tarian dapat berupa tandhâ’ atau tayub, lok-alok, ojhung, pencak silat, tarian-tarian daerah, dan sebagainya. Seni teater dapat berupa loddhrok (ludruk), ketoprak atau ajhing, topeng dhâlang dan sebagainya.
Bentuk-bentuk kesenian tersebut dapat dibedakan menjadi kesenian keraton dan kesenian rakyat, seperti halnya kesenian di Indonesia umumnya. Kesenian keraton merupakan kesenian yang hidup di lingkungan kerajaan dan bentuknya cenderung pakem atau tetap, tidak berubah. Namun seiring dengan perkembangan jaman, kesenian keraton tersebut berkembang di lingkungan rakyat di pedesaan, sehingga bentuknya pun berkembang dan cenderung berubah.
Topeng Dhalang diperkirakan muncul pada masa awal abad 20 dan berkembang luassemasa perang kemerdekaan. Seni pertunjukan ini adalah perlambang bagi sifat manusia,karenanya banyak model topeng yang menggambarkan situasi yang berbeda,menangis, tertawa, sedih, malu dan sebagainya. Bisanya tari ini ditampilkan dalamsebuah fragmentasi hikayat atau cerita rakyat setempat tentang berbagai hal terutamabercerita tentang kisah2 panji, Ramayana dan Bharatayuhda.
Desa Marengan Laok, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep adalah salah satu desa yang memiliki grup kesenian Topeng dhalang yaitu sanggar Budi Sasmito yang masih jelas keasliannya dari bentuk-bentuk Topeng Dhalang yang ada di Keraton Sumenep. Topeng dhalang dapat dijadikan beberapa media di dalam masyarakat selain sebagai media hiburan, yaitu sebagai media upacara ritual rokat atau ruwatan yang sering kita kenal di Jawa yaitu ruwatan Murwakala sedangkan di Sumenep sendiri kita kenal dengan sebutan rokat pandhaba / ruwatan pandawa.
Wilayah Kabupaten Sumenep memiliki bentuk dan gaya pertunjukan Topeng Dhalang yang berbeda-beda pada masing-masing wilayah kecamatan atau pedesaan, sehingga menjadi ciri khas pertunjukan Topeng Dhalang. Ada beberapa kecamatan yang memiliki kelompok Topeng Dhalang di Kabupaten Sumenep seperti Dasuk, Batang-Batang, Gapura dan Kalianget. Namun dari sekian pertunjukan Topeng Dhalang yang ada di wilayah Kabupaten Sumenep, ada salah satu pertunjukan Topeng Dhalang yang masih ada dan unik pada bentuk dan gaya pertunjukannya. Setiap seniman Topeng Dhalang memiliki berbagai motivasi-motivasi yang menjadikan bentuk dan gaya di masing-masing daerah berbeda. Perbedaan gaya tersebut dapat dilihat dari gerak, iringan, tekstur tokop/topeng dan tata busana.
Bentuk dan gaya pertunjukan yang masih berpegang teguh pada tradisi terdapat pada Sanggar Topeng Dhalang Budi Sasmito Desa Marengan Laok Kecamatan Kalianget. Sementara Topeng Dhalang pada umumnya semakin hari semakin surut pertunjukannya. Masyarakat lebih memilih pertunjukan yang membawakan cerita keseharian, misalnya pertunjukan Ludruk dan Ketoprak.
Sampai saat ini Topeng Dhalang Budi Sasmito di desa Marengan Laok masih bertahan walaupun jarang ditampilkan. Topeng Dhalang sudah mendekati kepunahan walaupun masih tetap menjadi kesenian tradisional di Madura khususnya di Sumenep. Penulis sebagai anak daerah sekaligus pewaris keluarga dari kelompok Topeng Dhalang, mempunyai kegelisahan untuk mempublikasikan kesenian khas Sumenep agar tidak punah dan tenggelam oleh jaman modern.
Keberadaan Topeng Dhalang Budi Sasmito
Keberadaan Sanggar Topeng Dhalang Budi Sasmito ini terletak di desa Marengan Laok Kabupaten Sumenep yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat yang cinta dan bangga terhadap budaya daerahnya. Sanggar Topeng Dhalang Budi Sasmito merupakan salah satu sanggar yang tetap utuh dan bertahan diantara Sanggar-sanggar Topeng Dhalang lainnya. Wujud utuh keberadaan sanggar ini dapat diamati juga dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Sanggar Budi Sasmito, diantaranya adalah pertunjukkan yang dilakukan oleh sanggar Budi Sasmito. Pertunjukkan yang dilakukan sanggar ini hanya mencakup wilayah masyarakatnya saja contohnya pada acara pernikahan, ruwat desa, petik laut, dan ruwat pandawa (rokat pandhaba).
Budi Sasmito didirikan dan di prakarsai oleh Salehuddin yang akrab disapa dengan nama Marbiatun oleh warga masyarakat desa Marengan kecamatan Kota Sumenep sekitar tahun 1953-an. Yang kemudian turun menurun hingga generasi selanjutnya adalah Sutibyo menantu dari Salehuddin yang merupakan pengendali Topeng Dhalang “Budi Sasmito” pada era 1970 hingga saat ini, dan disusul oleh Akhmad Hasan anak ketiga yang pada saat ini masih eksis dan mengikuti perkembangan kesenian Topeng Dhalang di Sumenep terutama pada Topeng Dhalang Budi Sasmito. Tokoh-tokoh yang biasa dibawakan dalam cerita-cerita tertentu tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda sesuai cerita apa yang disajikan.
Kondisi masyarakat yang telah menjadi plural ini menuntut adanya proses inkulturasi dan akulturasi pada bentuk-bentuk kesenian tradisional, termasuk pula teater tradisional topeng dhalang. Bentuk pertunjukan topeng dhalang Budi Sasmito yang di pimpin oleh bapak Sutibyo memang sudah tua dilihat dari bentuk pertunjukannya yang masih patuh pada bentuk pertunjukan terdahulu. Sebelumnya estetika topeng dhalang Budi Sasmito dianggap kuno dan tidak berkembang oleh masyarakat . Namun pada era saat ini menjadi kearifan budaya lokal.
Perjuangan sanggar Budi Sasmito yang dilakukan agar tetap bertahan ditengah-tengah banyak bermunculan seni di Sumenep dilakukan dengan berbagai cara. Bapak Ahmad Hasan merupakan salah satu contoh utuhnya keberadaan Topeng Dhalang Budi Sasmito. Banyak hal yang dilakukan beliau salah satunya adalah memberikan pembelajaran gerak-gerak tari Topeng dan beliau sebagai pengrajin topeng ( tokop ) tersebut. Dengan bentuk dan gaya ukiran topengnya yang khas, sehingga dikenal banyak orang dengan cirri khas topeng dari desa Marengan Laok.
Dalam kegiatan ini pemerintah juga membantu proses pengenalan pertunjukkan topeng dhalang kepada masyarakat luar yaitu melalui dikirimnya pak Ahmad mewakili seniman Topeng Dhalang tampil di Negara Jepang, Dalam hal ini Pemerintah harusnya banyak melakukan upaya dan usaha terhadap pertunjukkan Topeng Dhalang agar terus tetap eksis sebagai kesenian tradisi yang muncul di Sumenep. Agar semua kelompok Topeng Dhalang tetap aktif harus ada dukungan dan perhatian khusus dari Pemerintah setempat, karena pasang surutnya Topeng Dhalang hanya bergantung pada undangan (job) / tanggapan.
Setelah beberapa tahun tidak ada pertunjukan oleh Sanggar Topeng Dhalang Budi Sasmito, akhirnya pada 6 Februari 2016 Sanggar Budi Sasmito menunjukkan keberadaannya bahwa Topeng Dhalang Budi Sasmito masih ada dan aktif. Dipertunjukkan pada acara ruwatan ( rokat ) di dusun Karang komis, Desa Marengan Laok, di rumah bapak Sugimin yang mempunyai hajatan untuk meruwat putrinya.
Simpulan
Melakukan perubahan pada bentuk kesenian tradisional seperti topeng dhalang memang tidak mudah. Perlu adanya ilmu maupun referensi bentuk seni pertunjukan yang lain sebagai pendekatan dan peluang, disamping pengalaman dan jam terbang yang tinggi. Hal ini menjadi jauh lebih sulit, jika usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Pak Sutibyo dan Pak Ahmad beserta kelompoknya tersebut, tidak diimbangi dengan dukungan dan campur tangan pemerintah setempat untuk memberikan harapan dan peluang serta promosi kepariwisataan.
Terlepas dari segala sesuatu yang telah diungkapkan di atas, penulis sebagai pribadi, merasa senang, salut dan bangga terhadap kelompok kesenian Topeng dhalang Budi Sasmito. Penulis mengucapkan penghargan setinggi-tingginya bagi dhâlâng, najhâghâ, pesindèn dan pihak Topeng Dhalang Budi Sasmito yaitu bapak Ahmad dan bapak Sutibyo sebagai pemilik dari kelompok teater tradisional Topeng Dhalang Budi Sasmito yang telah berupaya mempertahankan keberlangsungan kesenian warisan nenek moyang bangsa ini. Semoga hasil penelitian ini berguna dan dapat membantu untuk perkembangan dan peningkatan kualitas estetika pertunjukan Topeng Dhalang Budi Sasmito. Sukses dan semakin berjaya selalu kesenian Tradisi.
DAFTAR PUSTAKA
Beuvier Helene (2002), Lèbur: seni musik dan pertunjukan dalam masyarakat Madura, Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia.
Koentjaraningrat. 2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Penerbit Djambatan.
Timoer, Soenarto. 1980. Topeng Dhalang di Jawa Timur. Jakarta : Proyek Sasana Budaya Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Soedarsono. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia.Yogyakarta : Gajah Mada Universoty Press
Hartoko, Dick. 1984. Manusia dan Seni. Yogyakarta : Kanisius
Sumarjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung : Penerbit ITB
Wawancara : Achmad Hasan, tokoh dan penggerak topeng dhalang Budi Sasmito, Desa Marengan Laok, Kec.Kalianget, Kab.Sumenep.